Monday, November 10, 2008
The magic of 40 Qulhu
A few weeks go, I had to go to a PPD WP which is next to Stadium Negara (as I found out later). It was a Friday and I started from the office in Cheras about 11 am. Knowing that traffic would be horrendus to go anywhere in KL on Fridays, I was worried sick that I would not made it on time to the govt. office knowing that govt counters are a stickler for closing on time, 12.15 pm on Fridays. I was panicky when at 11.45 am we were still stuck at Jalan Pudu. With traffic bumper-to-bumper, by 12.00 I decided to stop panicking and to be calm and let fate take it course, kalau sampai, sampai le... if not try again another time. To while away the time, I decided to recite the Al-Ikhlas 40 times and doa that Allah will help ease my errand with PPD WP. I finished the Al-Ikhlas as we entered the parking lot at 12.14 pm. My heart missed a bit when I saw the parling lot was deserted. I dashed out while my hubby parked the car. To save time, I quickly asked for direction from the guard. He showed me where to go, I ran to into the building but there was no one at the counter. My salam went unanswered. Trying my luck, I tried a few doors, kot-kot diorang tak dengar. It was unlocked but no one was in. Well, my guess was everybody has left for the Friday break and the guard had not locked the doors yet. Pergh... 1 1/2 hours wasted. As I was walking towards the parking lot, there was a car entering a parking space. Well, hard luck, I thought, that person missed the boat, too. Putting on a smile, I gave salam. The lady replied and asked what was our business being there. We quickly replied that we were too late to submit our forms at the counter as everybody had left the office. The lady said sorry and that all her officers had to attend meetings at various places. She said to follow her and she'd help. Not knowing who she was, we followed her to the office. She flipped the light switch on as she kicked off her shoes and suddenly a male officer appeared out of nowhere. She asked the guy to photocopy my forms (as I had not made enough copies, booboo). Then she signed the approval at the dotted lines. While she was doing that, I took the time to look around andd my eyes fell on the organization chart. Sure, the lady's picture was on the chart, right on top! As she handed over the signed forms, she patiently explained what to do next, I gushed "Thank You, Datin". She then cordially tell us to ask for her personally next time we come. She even conveyed to us that she will be in the office by 6.15 am everyday if we want to come early to avoid the jam. Yes, Datin, thank you, Datin and we were out by 12.45 pm. Wow, what a miracle! Then I rememebered I recited the 40 Qulhu. Well, it showed that Allah never fail us if only we ask for help. Subhanallah!
Monday, October 6, 2008
Balik Kampung Exodus
This is one incident that proved to me, beyond any doubt, that all MPV's in Malaysia must be on the road this raya.
As part of the hariraya crowd, we were on the way up from Johor Bahru on the 3rd day of hariraya. We stopped to refuel and pray at the Machap R&R. As the parking bays were quite full, my husband had to park quite a distance from the main building. We decided to take turns to do our stuff. Me and the youngest make the beeline to go to the restroom while the husband wait in the MPV. We rather not risk any break-ins as there were a couple of laptops in the vehicle and words have it the crooks can sense their presense a mile away.
After about 10 minutes, my boy and I headed back towards the MPV. The husband was not in the car. Thinking that he must be somewhere close to take a breather, we tried the door. It was locked. We moved around and tried other doors, still locked. I peeked inside. Somehow I noticed that the content of the MPV is quite different from ours.... much more disorganized than I remembered. I decided to walk around the front and checked the registration number. Laa... its not OURS! Imagine the same car model, the same color parked at the same spot where ours were a mere 10 minutes ago...
Meanwhile, my husband who had moved the vehicle closer to the main building was grinning from ear to ear watching our antics... hahaha, very funny. Nasib baik alarm kereta tu tak menjerit!
As part of the hariraya crowd, we were on the way up from Johor Bahru on the 3rd day of hariraya. We stopped to refuel and pray at the Machap R&R. As the parking bays were quite full, my husband had to park quite a distance from the main building. We decided to take turns to do our stuff. Me and the youngest make the beeline to go to the restroom while the husband wait in the MPV. We rather not risk any break-ins as there were a couple of laptops in the vehicle and words have it the crooks can sense their presense a mile away.
After about 10 minutes, my boy and I headed back towards the MPV. The husband was not in the car. Thinking that he must be somewhere close to take a breather, we tried the door. It was locked. We moved around and tried other doors, still locked. I peeked inside. Somehow I noticed that the content of the MPV is quite different from ours.... much more disorganized than I remembered. I decided to walk around the front and checked the registration number. Laa... its not OURS! Imagine the same car model, the same color parked at the same spot where ours were a mere 10 minutes ago...
Meanwhile, my husband who had moved the vehicle closer to the main building was grinning from ear to ear watching our antics... hahaha, very funny. Nasib baik alarm kereta tu tak menjerit!
Thursday, September 25, 2008
Bicara tentang Tujuan Hidup
APA TUJUAN SEBENARNYA MANUSIA HIDUP DI DUNIA DAN BAGAIMANA DAPAT MENCAPAINYA ?
Jawapan terhadap masalah ini adalah, manusia dengan berbagai macam pembawaan alaminya, kerana pengetahuan yang dangkal serta kemampuan yang terbatas, menetapkan berbagai tujuan bagi hidupnya. Dan mereka berjalan hanya sampai pada tujuan dan cita-cita duniawi belaka, lalu berhenti. Akan tetapi tujuan yang ditetapkan Allah Ta’ala di dalam Kalam Suci-Nya adalah sebagai berikut:
Yakni, Aku telah menciptakan jin dan manusia agar mereka mengenal‑Ku dan menyembah‑Ku (51:57). Jadi, menurut ayat ini tujuan sebenarnya hidup manusia adalah untuk menyembah Allah Ta’ala dan meraih makrifat Allah Ta’ala serta menjadi milik Allah Ta’ala. Jelas bahwa manusia tidak memperoleh kedudukan untuk -- dengan ikhtiarnya -- menetapkan sendiri tujuan hidupnya. Sebab, manusia bukan atas kemahuannya sendiri datang dan bukan pula atas kemahuannya sendiri akan kembali. Melainkan dia hanyalah makhluk (hasil ciptaan). Sedangkan Wujud yang telah menciptakan serta telah menganugerahkan kemampuan yang cemerlang dan lebih tinggi kepadanya dibandingkan dengan seluruh haiwan, Dia itu jugalah yang telah menetapkan suatu tujuan hidup baginya. Tidak perduli apakah manusia mengerti atau tidak mengerti tujuan itu. Akan tetapi tujuan penciptaan manusia tidak diragukan lagi yaitu untuk menyembah Tuhan dan meraih makrifat Allah Ta’ala serta menjadi fana di dalam Allah Ta’ala. Sebagai-mana Allah Ta’ala berfirman di satu tempat lain di dalam Alquran Suci:
Yakni, agama yang di dalamnya terdapat makrifat yang benar tentang Tuhan dan penyembahan terhadap-Nya dalam bentuk yang terbaik, adalah Islam (3:20). Dan Islam telah ditanamkan dalam fitrah manusia. Dan Allah Ta’ala telah menciptakan manusia dalam keadaan Islam serta telah menciptakannya untuk Islam (30:31). Yakni, Dia telah menghendaki agar manusia dengan segala kemampuannya terus-menerus menyembah, mentaati, dan mencintai Tuhan. Itulah sebabnya Sang Maha Kuasa dan Maha Mulia telah menganugerahkan kepada manusia seluruh kemampuan yang selaras dengan Islam.
Di sini dizahirkan secara ringkas bahwa segala organ bahagian dalam dan luar yang telah dianugerahkan kepada manusia, atau segala kemampuan yang telah diberikan, tujuan sebenarnya dari semua itu ialah untuk mendapatkan makrifat Ilahi dan menyembah Allah serta mencintai Allah Ta’ala. Itulah sebabnya manusia di dunia setelah tenggelam dalam pelbagai kesibukan, mereka masih tidak dapat kebahagiaan sejati dalam suatu apa pun, kecuali pada Allah Ta’ala. Setelah menjadi hartawan, setelah memperoleh kedudukan tinggi, setelah menjadi saudagar besar, setelah mencapai tahta kerajaan besar, setelah dianggap ahli falsafah besar, akhirnya ia pergi dengan hasrat-hasrat besar kerana belenggu-belenggu duniawi itu. Dan kalbunya senantiasa mengecamnya kerana tenggelam dalam dunia. Hati nuraninya tidak pernah menyetujui tindakan-tindakannya yang licik, penuh tipu muslihat, dan curang.
Seorang manusia bijak dapat juga memahami masalah ini dengan cara demikian: tugas-tugas paling tinggi yang dapat dilakukan oleh kemampuan-kemampuan suatu benda, lalu lebih dari itu kemampuan-kemampuan tersebut terhenti, maka tugas paling tinggi itu dianggap sebagai tujuan penciptaan benda tersebut. Misalnya, tugas paling tinggi seekor lembu jantan ialah membajak tanah atau menimba air perigi untuk pengairan atau menarik pedati. Lebih dari itu ia tidak mempunyai kemampuan lain. Jadi, tujuan hidup lembu jantan adalah ketiga tugas tersebut. Lebih dari itu di dalam dirinya tidak ada kemampuan lain. Akan tetapi apabila kita mengukur kemampuan-kemampuan manusia -- yaitu kemampuan apa yang paling tinggi terdapat di dalam dirinya -- maka yang terbukti adalah padanya terdapat pencarian terhadap Tuhan Yang Maha Agung dan Maha Besar. Sehingga manusia berkeinginan untuk melabur dan tenggelam di dalam kecintaan Tuhan sedemikian rupa sehingga tidak ada lagi yang tersisa miliknya, semua telah menjadi milik Tuhan. Dalam hal makan dan tidur serta hal-hal alami lainnya, manusia menyerupai haiwan-haiwan lain. Dalam bidang keterampilan, sebahagian haiwan sangat jauh melebihi manusia. Bahkan lebah-lebah madu mengambil sari dari setiap bunga lalu menghasilkan madu murni yang sampai sekarang tidak berhasil dibuat oleh manusia. Jadi, jelaslah bahwa kelebihan paling tinggi yang dimiliki manusia yaitu perjumpaan dengan Allah Ta’ala. Oleh kerana itu tujuan sebenarnya hidup manusia ialah agar terbuka jendela hatinya ke arah Allah Ta’ala.
Cara-cara untuk Mencapai Tujuan Hidup Manusia
Ya, jika yang menjadi pertanyaan adalah, mengapa dan bagaimana tujuan itu dapat dicapai serta dengan cara kaedah apa manusia dapat meraihnya, maka hendaknya jelas bahwa cara (kaedah) paling besar yang dipersyaratkan untuk mencapai tujuan itu adalah: mengenali Allah Ta’ala secara benar dan mengimani Tuhan Yang Hakiki. Sebab, jika langkah pertama saja sudah salah, dan seseorang misalnya menjadikan burung atau haiwan atau unsur-unsur zat atau anak manusia sebagai tuhan, maka bagaimana mungkin dapat diharapkan bahwa pada langkah-langkah berikutnya dia akan menempuh jalan yang lurus. Tuhan Yang Hakiki memberikan pertolongan kepada orang‑orang yang mencari-Nya. Akan tetapi bagaimana mungkin benda mati dapat memberikan pertolongan kepada sesuatu yang mati? Dalam hal ini Allah swt. memberikan tamsil yang indah, yaitu:
Yakni, Dia-lah Tuhan Hakiki yang layak dimintai do’a, yang berkuasa atas tiap sesuatu. Dan orang-orang yang berseru kepada wujud‑wujud selain Dia, wujud-wujud itu sedikit pun tidak dapat menjawab mereka. Keadaan mereka seperti orang yang sambil membuka telapak tangannya ke air lalu berkata, “Hai air datanglah ke mulutku!” Apakah air itu akan datang ke mulutnya? Sekali-kali tidak! Jadi, barangsiapa tidak mengenal Tuhan Yang Hakiki, maka segala do’a mereka menjadi sia-sia (13:15).
Cara kedua ialah mendapatkan gambaran jelas tentang kejuitaan (kecantikan) serta keindahan yang lengkap lagi sempurna di dalam Wujud Allah Ta’ala. Sebab, kejuitaan adalah sesuatu yang secara alami menawan hati dan dengan menyaksikannya akan timbul kecintaan secara alami. Ada pun kejuitaan Allah Ta’ala itu terletak pada keesaan‑Nya, kebesaran‑Nya, kemuliaan‑Nya, dan sifat‑sifat‑Nya. Sebagaimana berkata Alquran Suci:
Yakni, Tuhan adalah Esa dalam Dzat‑Nya, sifat‑sifat‑Nya dan kegagahan‑Nya. Tak ada sesuatu yang bersekutu dengan Dia. Segala sesuatu bergantung pada Dia. Tiap zarah menerima anugerah hidup dari Dia. Dia sumber karunia bagi segala sesuatu dan Dia tidak menerima kurnia dari suatu apa pun. Dia bukan anak seseorang dan bukan pula bapa seseorang. Bagaimana mungkin! Sebab tidak ada sesuatu yang setara dengan Dia (112:2‑5). Alquran telah menarik perhatian orang‑orang dengan berkali-kali mengemukakan kesempurnaan dan keagungan Tuhan, “Lihatlah, Tuhan seperti itu adalah Wujud yang menarik minat, dan bukan wujud yang mati, lemah, tidak memiliki kasih sayang maupun kekuasaan.”
Cara ketiga untuk mencapai tujuan sebenarnya yang merupakan tangga kedua ialah, mengenal ihsan Tuhan (kebaikan yang lebih, dari Tuhan). Kerana, pendorong rasa cinta itu hanya terdiri dari dua hal, yaitu: kejuitaan dan ihsan. Sedangkan ringkasan sifat-sifat ihsan Allah Ta’ala terdapat di dalam Surah Al‑Fatihah.
Sebab, jelaslah bahwa ihsan yang sempurna terletak pada kenyataan bahwa Allah Ta’ala menciptakan hamba-hamba‑Nya dari tiada, dan kemudian sifat rabbu biyyat (pemelihara dan penjaga) senantiasa menaungi mereka, dan Dia sendiri yang merupakan penunjang bagi segala sesuatu, serta segala macam rahmat-Nya diwujudkan bagi hamba‑hamba‑Nya, dan ihsan‑Nya tak terbatas sehingga tidak ada yang dapat menghitungnya. Jadi, Allah Ta’ala telah berulangkali menjelaskan tentang ihsan-ihsan‑ Nya yang demikian, sebagaimana pada tempat lain Dia berfirman:
Yakni, jika kamu ingin menghitung nikmat‑nikmat Allah Ta’ala, maka kamu sekali‑kali tidak akan dapat menghitungnya (14:35).
Cara keempat yang telah ditetapkan oleh Allah untuk mencapai tujuan sebenarnya ialah do’a. Sebagaimana Dia berfirman:
Yakni, kamu berdo’alah, Aku akan kabulkan (40:61). Dan berulang-kali Dia menarik minat untuk berdo’a supaya manusia bukan kerana kekuatannya sendiri, melainkan dengan kekuatan Tuhan meraih sesuatu.
Cara kelima yang telah ditetapkan Allah Ta’ala untuk mencapai tujuan sebenarnya ialah mujahadah. Yakni, mencari Allah Ta’ala dengan cara membelanjakan harta di jalan-Nya; dengan cara menyalurkan kemampuan-kemampuan di jalan Allah Ta’ala; dengan cara mengorbankan jiwa pada jalan Allah, dan dengan cara mengerahkan akal pikiran di jalan Allah. Sebagaimana Dia berfirman:
Yakni, belanjakan harta-bendamu, jiwamu, dan dirimu beserta segenap kemampuannya pada jalan Allah (9:41). Dan apa pun yang telah Kami anugerahkan kepada kamu -- berupa akal, ilmu, pemahaman, keahlian dan sebagainya -- kerahkanlah semuanya di jalan Allah (2:4). Orang-orang yang berusaha dengan segala cara pada jalan Kami, Kami selalu menunjukkan jalan Kami pada mereka (29:70).
Cara keenam untuk mencapai tujuan sebenarnya yang telah Dia jelaskan ialah istiqamah. Yakni, di jalan ini tidak bosan, tidak putus-asa, tidak lelah, dan tidak gentar menghadapi cubaan. Sebagaimana Allah Ta’ala berfirman:
Yakni, orang‑orang yang berkata, “Tuhan kami adalah Allah dan kami sudah menjauhkan diri dari tuhan‑tuhan palsu,” kemudian mereka istiqamah, yakni tetap teguh dalam menghadapi berbagai-macam cubaan dan musibah, maka malaikat‑malaikat turun kepada mereka sambil berkata, “Janganlah kamu takut dan jangan pula bersedih hati, dan bergembira serta bersuka-rialah. Sebab, kamu telah menjadi pewaris kebahagiaan yang telah dijanjikan kepadamu. Kami adalah sahabatmu di dalam kehidupan dunia ini dan di akhirat” (41:31,32).
Ayat ini mengisyaratkan bahawa dengan istiqamah manusia memperoleh keredhaan Allah Ta’ala. Benarlah bahwa istiqamah lebih unggul dari keajaiban. Istiqamah yang sempurna ialah: ketika bala musibah mengepung dari segala penjuru, dan di jalan Allah nyawa, kehormatan dan harga diri dihadapkan kepada bahaya; sementara tidak terdapat sesuatu yang menghibur, sehingga Tuhan pun dengan tujuan hendak menguji, menutup pintu kasyaf atau mimpi atau ilham yang membesarkan hati, lalu membiarkan dalam keadaan-keadaan takut yang mengerikan; pada saat itu tidak memperlihatkan sikap penakut dan tidak mundur ke belakang bagai para pengecut, serta tidak memperlihatkan suatu perubahan apa pun pada sifat kesetiaan, tidak mencemari ketulusan dan ketabahan, rela terhadap kenistaan, pasrah terhadap maut, dan untuk mengukuhkan langkah tidak menunggu-nunggu seorang kawan agar dia memberikan pertolongan, tidak menuntut turunnya khabar-khabar suka dari Tuhan sebab masa yang genting, dan walaupun tidak berdaya serta lemah serta tidak memperoleh sesuatu yang menghibur sekali pun, tetap saja berdiri tegak, dan merebahkan leher ke depan seraya mengatakan, “Apa yang akan terjadi biarlah terjadi,” dan tidak mengecam keputusan takdir, serta sama sekali tidak memperlihatkan kegelisahan dan keluh-kesah sampai selesainya saat cubaan itu. Inilah istiqamah yang kerananya terjadi perjumpaan dengan Allah. Inilah hal yang menyebabkan sampai sekarang masih menimbulkan aroma wangi dari tanah (kubur) para rasul, para nabi, para shiddiq dan para syahid. Ke arah inilah Allah Ta’ala memberikan isyarat dalam do’a berikut:
Yakni, wahai Allah Ta’ala kami, tunjukilah kami jalan istiqamah. Yaitu jalan yang di atasnya diperoleh nikmat‑nikmat dan kemuliaan, dan Engkau meredhainya (1: 6,7). Dan pada tempat lain Allah Ta’ala mengisyaratkan kepada hal itu juga:
Wahai Tuhan, dalam menghadapi musibah, turunkanlah kepada hati kami perasaan tenteram yang kerananya timbul kesabaran, dan semoga kematian kami ada dalam Islam (7:127). Hendaklah diketahui bahwa pada waktu penderitaan dan musibah datang, Allah Ta’ala menurunkan suatu nur atas hati hamba‑hamba kesayangan-Nya sehingga mereka mendapat kekuatan lalu menghadapi musibah dengan sangat tenang. Dan kerana lazatnya iman, mereka mencium rantai yang membelenggu kaki‑kaki mereka di jalan-Nya. Apabila bala musibah turun kepada orang yang berTuhan dan tanda-tanda maut sudah zahir, maka dia tidak akan mulai bertengkar dengan Tuhan-nya Yang Maha Mulia supaya dia diselamatkan dari bala bencana tersebut. Sebab, mendesak minta keselamatan pada saat demikian bererti melawan Allah Ta’ala dan bertentangan dengan penyerahan diri secara sempurna. Bahkan dengan turunnya bencana, seorang pencinta sejati melangkahkan kaki lebih maju ke depan. Dan pada saat demikian dia menganggap jiwanya tidak berharga serta mengucapkan selamat tinggal kepada kecintaan terhadap jiwanya lalu dia sepenuhnya mengikuti kehendak Tuhan‑nya, dan menginginkan keredhaan‑Nya. Mengenai hal itu Allah swt. berfirman:
Yakni, hamba kesayangan Tuhan memberikan jiwanya di jalan Allah, dan sebagai imbalannya dia menerima keredhaan Allah Ta’ala. Itulah orang-orang yang memperoleh rahmat istimewa dari Allah Ta’ala (2:208).
Ringkasnya, yang telah dihuraikan ini adalah ruh istiqamah yang kerananya dapat berjumpa dengan Tuhan. Barangsiapa yang mau memahami, fahamilah.
Cara ketujuh untuk mencapai tujuan sebenarnya ialah bergaul dengan orang‑orang soleh dan memperhatikan tauladan-tauladan sempurna mereka. Jadi, hendaknya diketahui bahwa salah satu sebab perlunya para nabi ialah, manusia secara alami memerlukan tauladan yang sempurna. Dan tauladan yang sempurna meningkatkan ghairah serta membangkitkan semangat. Sedangkan orang yang tidak mengikuti tauladan akan menjadi malas dan sesat. Ke arah inilah Allah swt. mengisyaratkan di dalam ayat berikut:
Yakni, bergaullah kamu dengan orang-orang soleh (9:119). Pelajarilah jalan orang‑orang sebelum kamu yang telah mendapat kurnia (1:7).
Cara kelapan adalah kasyaf suci, ilham suci, dan mimpi-mimpi suci dari Allah Ta’ala. Disebabkan menempuh jalan menuju kepada Allah Ta’ala merupakan suatu jalan yang sangat pelik dan dipenuhi oleh berbagai macam musibah serta penderitaan, dan mungkin saja manusia tersesat di jalan yang tidak nampak itu, atau dicekam rasa putus-asa sehingga enggan meneruskan langkahnya ke depan, oleh kerana itu rahmat Ilahi menghendaki agar di dalam perjalanan tersebut Dia terus-menerus menghiburnya dan membesarkan hatinya serta terus-menerus mengukuhkan semangat dan meningkatkan ghairahnya. Jadi, demikianlah sunnah Allah yang berlaku terhadap orang-orang yang menempuh jalan-Nya. Yaitu, dari waktu ke waktu Dia menghibur mereka dengan kalam dan ilham‑Nya, dan Dia menzahirkan kepada mereka bahwa, “Aku ada bersama kamu.” Barulah mereka memperoleh kekuatan, kemudian dengan sangat cepat menempuh jalan tersebut.
Demikian pula banyak lagi cara lain yang telah diterangkan oleh Alquran Suci, akan tetapi sayang sekali kami tidak dapat memaparkannya, kerana khuatir terlalu panjang.
Dipetik dari
http://www.alislam.org
Jawapan terhadap masalah ini adalah, manusia dengan berbagai macam pembawaan alaminya, kerana pengetahuan yang dangkal serta kemampuan yang terbatas, menetapkan berbagai tujuan bagi hidupnya. Dan mereka berjalan hanya sampai pada tujuan dan cita-cita duniawi belaka, lalu berhenti. Akan tetapi tujuan yang ditetapkan Allah Ta’ala di dalam Kalam Suci-Nya adalah sebagai berikut:
Yakni, Aku telah menciptakan jin dan manusia agar mereka mengenal‑Ku dan menyembah‑Ku (51:57). Jadi, menurut ayat ini tujuan sebenarnya hidup manusia adalah untuk menyembah Allah Ta’ala dan meraih makrifat Allah Ta’ala serta menjadi milik Allah Ta’ala. Jelas bahwa manusia tidak memperoleh kedudukan untuk -- dengan ikhtiarnya -- menetapkan sendiri tujuan hidupnya. Sebab, manusia bukan atas kemahuannya sendiri datang dan bukan pula atas kemahuannya sendiri akan kembali. Melainkan dia hanyalah makhluk (hasil ciptaan). Sedangkan Wujud yang telah menciptakan serta telah menganugerahkan kemampuan yang cemerlang dan lebih tinggi kepadanya dibandingkan dengan seluruh haiwan, Dia itu jugalah yang telah menetapkan suatu tujuan hidup baginya. Tidak perduli apakah manusia mengerti atau tidak mengerti tujuan itu. Akan tetapi tujuan penciptaan manusia tidak diragukan lagi yaitu untuk menyembah Tuhan dan meraih makrifat Allah Ta’ala serta menjadi fana di dalam Allah Ta’ala. Sebagai-mana Allah Ta’ala berfirman di satu tempat lain di dalam Alquran Suci:
Yakni, agama yang di dalamnya terdapat makrifat yang benar tentang Tuhan dan penyembahan terhadap-Nya dalam bentuk yang terbaik, adalah Islam (3:20). Dan Islam telah ditanamkan dalam fitrah manusia. Dan Allah Ta’ala telah menciptakan manusia dalam keadaan Islam serta telah menciptakannya untuk Islam (30:31). Yakni, Dia telah menghendaki agar manusia dengan segala kemampuannya terus-menerus menyembah, mentaati, dan mencintai Tuhan. Itulah sebabnya Sang Maha Kuasa dan Maha Mulia telah menganugerahkan kepada manusia seluruh kemampuan yang selaras dengan Islam.
Di sini dizahirkan secara ringkas bahwa segala organ bahagian dalam dan luar yang telah dianugerahkan kepada manusia, atau segala kemampuan yang telah diberikan, tujuan sebenarnya dari semua itu ialah untuk mendapatkan makrifat Ilahi dan menyembah Allah serta mencintai Allah Ta’ala. Itulah sebabnya manusia di dunia setelah tenggelam dalam pelbagai kesibukan, mereka masih tidak dapat kebahagiaan sejati dalam suatu apa pun, kecuali pada Allah Ta’ala. Setelah menjadi hartawan, setelah memperoleh kedudukan tinggi, setelah menjadi saudagar besar, setelah mencapai tahta kerajaan besar, setelah dianggap ahli falsafah besar, akhirnya ia pergi dengan hasrat-hasrat besar kerana belenggu-belenggu duniawi itu. Dan kalbunya senantiasa mengecamnya kerana tenggelam dalam dunia. Hati nuraninya tidak pernah menyetujui tindakan-tindakannya yang licik, penuh tipu muslihat, dan curang.
Seorang manusia bijak dapat juga memahami masalah ini dengan cara demikian: tugas-tugas paling tinggi yang dapat dilakukan oleh kemampuan-kemampuan suatu benda, lalu lebih dari itu kemampuan-kemampuan tersebut terhenti, maka tugas paling tinggi itu dianggap sebagai tujuan penciptaan benda tersebut. Misalnya, tugas paling tinggi seekor lembu jantan ialah membajak tanah atau menimba air perigi untuk pengairan atau menarik pedati. Lebih dari itu ia tidak mempunyai kemampuan lain. Jadi, tujuan hidup lembu jantan adalah ketiga tugas tersebut. Lebih dari itu di dalam dirinya tidak ada kemampuan lain. Akan tetapi apabila kita mengukur kemampuan-kemampuan manusia -- yaitu kemampuan apa yang paling tinggi terdapat di dalam dirinya -- maka yang terbukti adalah padanya terdapat pencarian terhadap Tuhan Yang Maha Agung dan Maha Besar. Sehingga manusia berkeinginan untuk melabur dan tenggelam di dalam kecintaan Tuhan sedemikian rupa sehingga tidak ada lagi yang tersisa miliknya, semua telah menjadi milik Tuhan. Dalam hal makan dan tidur serta hal-hal alami lainnya, manusia menyerupai haiwan-haiwan lain. Dalam bidang keterampilan, sebahagian haiwan sangat jauh melebihi manusia. Bahkan lebah-lebah madu mengambil sari dari setiap bunga lalu menghasilkan madu murni yang sampai sekarang tidak berhasil dibuat oleh manusia. Jadi, jelaslah bahwa kelebihan paling tinggi yang dimiliki manusia yaitu perjumpaan dengan Allah Ta’ala. Oleh kerana itu tujuan sebenarnya hidup manusia ialah agar terbuka jendela hatinya ke arah Allah Ta’ala.
Cara-cara untuk Mencapai Tujuan Hidup Manusia
Ya, jika yang menjadi pertanyaan adalah, mengapa dan bagaimana tujuan itu dapat dicapai serta dengan cara kaedah apa manusia dapat meraihnya, maka hendaknya jelas bahwa cara (kaedah) paling besar yang dipersyaratkan untuk mencapai tujuan itu adalah: mengenali Allah Ta’ala secara benar dan mengimani Tuhan Yang Hakiki. Sebab, jika langkah pertama saja sudah salah, dan seseorang misalnya menjadikan burung atau haiwan atau unsur-unsur zat atau anak manusia sebagai tuhan, maka bagaimana mungkin dapat diharapkan bahwa pada langkah-langkah berikutnya dia akan menempuh jalan yang lurus. Tuhan Yang Hakiki memberikan pertolongan kepada orang‑orang yang mencari-Nya. Akan tetapi bagaimana mungkin benda mati dapat memberikan pertolongan kepada sesuatu yang mati? Dalam hal ini Allah swt. memberikan tamsil yang indah, yaitu:
Yakni, Dia-lah Tuhan Hakiki yang layak dimintai do’a, yang berkuasa atas tiap sesuatu. Dan orang-orang yang berseru kepada wujud‑wujud selain Dia, wujud-wujud itu sedikit pun tidak dapat menjawab mereka. Keadaan mereka seperti orang yang sambil membuka telapak tangannya ke air lalu berkata, “Hai air datanglah ke mulutku!” Apakah air itu akan datang ke mulutnya? Sekali-kali tidak! Jadi, barangsiapa tidak mengenal Tuhan Yang Hakiki, maka segala do’a mereka menjadi sia-sia (13:15).
Cara kedua ialah mendapatkan gambaran jelas tentang kejuitaan (kecantikan) serta keindahan yang lengkap lagi sempurna di dalam Wujud Allah Ta’ala. Sebab, kejuitaan adalah sesuatu yang secara alami menawan hati dan dengan menyaksikannya akan timbul kecintaan secara alami. Ada pun kejuitaan Allah Ta’ala itu terletak pada keesaan‑Nya, kebesaran‑Nya, kemuliaan‑Nya, dan sifat‑sifat‑Nya. Sebagaimana berkata Alquran Suci:
Yakni, Tuhan adalah Esa dalam Dzat‑Nya, sifat‑sifat‑Nya dan kegagahan‑Nya. Tak ada sesuatu yang bersekutu dengan Dia. Segala sesuatu bergantung pada Dia. Tiap zarah menerima anugerah hidup dari Dia. Dia sumber karunia bagi segala sesuatu dan Dia tidak menerima kurnia dari suatu apa pun. Dia bukan anak seseorang dan bukan pula bapa seseorang. Bagaimana mungkin! Sebab tidak ada sesuatu yang setara dengan Dia (112:2‑5). Alquran telah menarik perhatian orang‑orang dengan berkali-kali mengemukakan kesempurnaan dan keagungan Tuhan, “Lihatlah, Tuhan seperti itu adalah Wujud yang menarik minat, dan bukan wujud yang mati, lemah, tidak memiliki kasih sayang maupun kekuasaan.”
Cara ketiga untuk mencapai tujuan sebenarnya yang merupakan tangga kedua ialah, mengenal ihsan Tuhan (kebaikan yang lebih, dari Tuhan). Kerana, pendorong rasa cinta itu hanya terdiri dari dua hal, yaitu: kejuitaan dan ihsan. Sedangkan ringkasan sifat-sifat ihsan Allah Ta’ala terdapat di dalam Surah Al‑Fatihah.
Sebab, jelaslah bahwa ihsan yang sempurna terletak pada kenyataan bahwa Allah Ta’ala menciptakan hamba-hamba‑Nya dari tiada, dan kemudian sifat rabbu biyyat (pemelihara dan penjaga) senantiasa menaungi mereka, dan Dia sendiri yang merupakan penunjang bagi segala sesuatu, serta segala macam rahmat-Nya diwujudkan bagi hamba‑hamba‑Nya, dan ihsan‑Nya tak terbatas sehingga tidak ada yang dapat menghitungnya. Jadi, Allah Ta’ala telah berulangkali menjelaskan tentang ihsan-ihsan‑ Nya yang demikian, sebagaimana pada tempat lain Dia berfirman:
Yakni, jika kamu ingin menghitung nikmat‑nikmat Allah Ta’ala, maka kamu sekali‑kali tidak akan dapat menghitungnya (14:35).
Cara keempat yang telah ditetapkan oleh Allah untuk mencapai tujuan sebenarnya ialah do’a. Sebagaimana Dia berfirman:
Yakni, kamu berdo’alah, Aku akan kabulkan (40:61). Dan berulang-kali Dia menarik minat untuk berdo’a supaya manusia bukan kerana kekuatannya sendiri, melainkan dengan kekuatan Tuhan meraih sesuatu.
Cara kelima yang telah ditetapkan Allah Ta’ala untuk mencapai tujuan sebenarnya ialah mujahadah. Yakni, mencari Allah Ta’ala dengan cara membelanjakan harta di jalan-Nya; dengan cara menyalurkan kemampuan-kemampuan di jalan Allah Ta’ala; dengan cara mengorbankan jiwa pada jalan Allah, dan dengan cara mengerahkan akal pikiran di jalan Allah. Sebagaimana Dia berfirman:
Yakni, belanjakan harta-bendamu, jiwamu, dan dirimu beserta segenap kemampuannya pada jalan Allah (9:41). Dan apa pun yang telah Kami anugerahkan kepada kamu -- berupa akal, ilmu, pemahaman, keahlian dan sebagainya -- kerahkanlah semuanya di jalan Allah (2:4). Orang-orang yang berusaha dengan segala cara pada jalan Kami, Kami selalu menunjukkan jalan Kami pada mereka (29:70).
Cara keenam untuk mencapai tujuan sebenarnya yang telah Dia jelaskan ialah istiqamah. Yakni, di jalan ini tidak bosan, tidak putus-asa, tidak lelah, dan tidak gentar menghadapi cubaan. Sebagaimana Allah Ta’ala berfirman:
Yakni, orang‑orang yang berkata, “Tuhan kami adalah Allah dan kami sudah menjauhkan diri dari tuhan‑tuhan palsu,” kemudian mereka istiqamah, yakni tetap teguh dalam menghadapi berbagai-macam cubaan dan musibah, maka malaikat‑malaikat turun kepada mereka sambil berkata, “Janganlah kamu takut dan jangan pula bersedih hati, dan bergembira serta bersuka-rialah. Sebab, kamu telah menjadi pewaris kebahagiaan yang telah dijanjikan kepadamu. Kami adalah sahabatmu di dalam kehidupan dunia ini dan di akhirat” (41:31,32).
Ayat ini mengisyaratkan bahawa dengan istiqamah manusia memperoleh keredhaan Allah Ta’ala. Benarlah bahwa istiqamah lebih unggul dari keajaiban. Istiqamah yang sempurna ialah: ketika bala musibah mengepung dari segala penjuru, dan di jalan Allah nyawa, kehormatan dan harga diri dihadapkan kepada bahaya; sementara tidak terdapat sesuatu yang menghibur, sehingga Tuhan pun dengan tujuan hendak menguji, menutup pintu kasyaf atau mimpi atau ilham yang membesarkan hati, lalu membiarkan dalam keadaan-keadaan takut yang mengerikan; pada saat itu tidak memperlihatkan sikap penakut dan tidak mundur ke belakang bagai para pengecut, serta tidak memperlihatkan suatu perubahan apa pun pada sifat kesetiaan, tidak mencemari ketulusan dan ketabahan, rela terhadap kenistaan, pasrah terhadap maut, dan untuk mengukuhkan langkah tidak menunggu-nunggu seorang kawan agar dia memberikan pertolongan, tidak menuntut turunnya khabar-khabar suka dari Tuhan sebab masa yang genting, dan walaupun tidak berdaya serta lemah serta tidak memperoleh sesuatu yang menghibur sekali pun, tetap saja berdiri tegak, dan merebahkan leher ke depan seraya mengatakan, “Apa yang akan terjadi biarlah terjadi,” dan tidak mengecam keputusan takdir, serta sama sekali tidak memperlihatkan kegelisahan dan keluh-kesah sampai selesainya saat cubaan itu. Inilah istiqamah yang kerananya terjadi perjumpaan dengan Allah. Inilah hal yang menyebabkan sampai sekarang masih menimbulkan aroma wangi dari tanah (kubur) para rasul, para nabi, para shiddiq dan para syahid. Ke arah inilah Allah Ta’ala memberikan isyarat dalam do’a berikut:
Yakni, wahai Allah Ta’ala kami, tunjukilah kami jalan istiqamah. Yaitu jalan yang di atasnya diperoleh nikmat‑nikmat dan kemuliaan, dan Engkau meredhainya (1: 6,7). Dan pada tempat lain Allah Ta’ala mengisyaratkan kepada hal itu juga:
Wahai Tuhan, dalam menghadapi musibah, turunkanlah kepada hati kami perasaan tenteram yang kerananya timbul kesabaran, dan semoga kematian kami ada dalam Islam (7:127). Hendaklah diketahui bahwa pada waktu penderitaan dan musibah datang, Allah Ta’ala menurunkan suatu nur atas hati hamba‑hamba kesayangan-Nya sehingga mereka mendapat kekuatan lalu menghadapi musibah dengan sangat tenang. Dan kerana lazatnya iman, mereka mencium rantai yang membelenggu kaki‑kaki mereka di jalan-Nya. Apabila bala musibah turun kepada orang yang berTuhan dan tanda-tanda maut sudah zahir, maka dia tidak akan mulai bertengkar dengan Tuhan-nya Yang Maha Mulia supaya dia diselamatkan dari bala bencana tersebut. Sebab, mendesak minta keselamatan pada saat demikian bererti melawan Allah Ta’ala dan bertentangan dengan penyerahan diri secara sempurna. Bahkan dengan turunnya bencana, seorang pencinta sejati melangkahkan kaki lebih maju ke depan. Dan pada saat demikian dia menganggap jiwanya tidak berharga serta mengucapkan selamat tinggal kepada kecintaan terhadap jiwanya lalu dia sepenuhnya mengikuti kehendak Tuhan‑nya, dan menginginkan keredhaan‑Nya. Mengenai hal itu Allah swt. berfirman:
Yakni, hamba kesayangan Tuhan memberikan jiwanya di jalan Allah, dan sebagai imbalannya dia menerima keredhaan Allah Ta’ala. Itulah orang-orang yang memperoleh rahmat istimewa dari Allah Ta’ala (2:208).
Ringkasnya, yang telah dihuraikan ini adalah ruh istiqamah yang kerananya dapat berjumpa dengan Tuhan. Barangsiapa yang mau memahami, fahamilah.
Cara ketujuh untuk mencapai tujuan sebenarnya ialah bergaul dengan orang‑orang soleh dan memperhatikan tauladan-tauladan sempurna mereka. Jadi, hendaknya diketahui bahwa salah satu sebab perlunya para nabi ialah, manusia secara alami memerlukan tauladan yang sempurna. Dan tauladan yang sempurna meningkatkan ghairah serta membangkitkan semangat. Sedangkan orang yang tidak mengikuti tauladan akan menjadi malas dan sesat. Ke arah inilah Allah swt. mengisyaratkan di dalam ayat berikut:
Yakni, bergaullah kamu dengan orang-orang soleh (9:119). Pelajarilah jalan orang‑orang sebelum kamu yang telah mendapat kurnia (1:7).
Cara kelapan adalah kasyaf suci, ilham suci, dan mimpi-mimpi suci dari Allah Ta’ala. Disebabkan menempuh jalan menuju kepada Allah Ta’ala merupakan suatu jalan yang sangat pelik dan dipenuhi oleh berbagai macam musibah serta penderitaan, dan mungkin saja manusia tersesat di jalan yang tidak nampak itu, atau dicekam rasa putus-asa sehingga enggan meneruskan langkahnya ke depan, oleh kerana itu rahmat Ilahi menghendaki agar di dalam perjalanan tersebut Dia terus-menerus menghiburnya dan membesarkan hatinya serta terus-menerus mengukuhkan semangat dan meningkatkan ghairahnya. Jadi, demikianlah sunnah Allah yang berlaku terhadap orang-orang yang menempuh jalan-Nya. Yaitu, dari waktu ke waktu Dia menghibur mereka dengan kalam dan ilham‑Nya, dan Dia menzahirkan kepada mereka bahwa, “Aku ada bersama kamu.” Barulah mereka memperoleh kekuatan, kemudian dengan sangat cepat menempuh jalan tersebut.
Demikian pula banyak lagi cara lain yang telah diterangkan oleh Alquran Suci, akan tetapi sayang sekali kami tidak dapat memaparkannya, kerana khuatir terlalu panjang.
Dipetik dari
http://www.alislam.org
Wednesday, September 24, 2008
Sorrowful Raya
Ramadhan is nearing its ending and Syawal is rearing to arrive. What is normally a joyous occasion for me personally is not so joyous this year around... I supposed it is normal to miss our dearly departed more profoundly during festive times. Memories of goodtimes during the festivities make me miss my mother all the more profound. It was only 37 days ago that she was still with us... We are not even going back to my hometown this HR!
But I am a mother, too. I must try overcome the sadness and make this hariraya as joyous as possible for my family esp. the kids. The boys will be back from their hostels in two days time. They will expect the house to be spic and span and in readiness for raya. Ummph... the ones at home are also urging that we redecorate the house to inject some kind of raya magic into the atmosphere... aaahs...Dear kids, please forgive me if I fail to raise up to your expectations...
But I am a mother, too. I must try overcome the sadness and make this hariraya as joyous as possible for my family esp. the kids. The boys will be back from their hostels in two days time. They will expect the house to be spic and span and in readiness for raya. Ummph... the ones at home are also urging that we redecorate the house to inject some kind of raya magic into the atmosphere... aaahs...Dear kids, please forgive me if I fail to raise up to your expectations...
Friday, September 19, 2008
"It's not my party"
Yesterday we invited a number of our collegues who are still single for the break of fast at our house. The occasion coincided with the birthday of our son. Instead of being happy about it, the boy sulked saying that he was dissappinted the occasion was not to celebrate his birthday but celebrate our friends. The people that came were not his friends but ours.
We chose to ignore his antics because sooner or later he will learn that one of the traits of being a good son will be to cherish and respect the friends of his parents.
BTW, we did have a family celebration of the boy's birthday with a cake and candle plus the singing and phototaking the day before his actual birthday because we knew that the next day will be less personal.
We chose to ignore his antics because sooner or later he will learn that one of the traits of being a good son will be to cherish and respect the friends of his parents.
BTW, we did have a family celebration of the boy's birthday with a cake and candle plus the singing and phototaking the day before his actual birthday because we knew that the next day will be less personal.
Wednesday, September 17, 2008
Musafir aka traveller
The place where my husband works recently acquired a new CEO. In order to get to know the organization, he has asked his top management team to go on a road tour with him to all the branches in the country and this has to occur during the month of Ramadhan. The last trip will be right on the weekend before hariraya which means they would be in joining the raya exodus for balik kampung. I wish the trips could have been postponed till after hariraya because we were caught off-guard for not being prepared for hariraya yet. There are tons of things to buy in preparation for hariraya. But just now I realized the ingenuity of this new person. What better way to test the mettle of his management team than to travel together and during fasting month at that. Not only he gets to meet all the staff at the branch offices, he also has the chance to observe his management team quite intimately as they not only have to spend time together in meetings and meals but also during terawih prayers. This new CEO has stated when he reported for duty that he wishes to retain the existing staff and thus will not undertake any restructuring exercise (which brought about mixed feeling amongst staff - not so good for the wanabes and relief to some who dread changes plus other feelings). I hope he is as smart as what we have seen so far of him. Hopefully, you wont' run out of steam before the end of your contract, Dato'.
Tuesday, September 16, 2008
Losing a loved one
Recently I lost my mom due to lung cancer. She passed away exactly after four month of being diagnosed. When she passed away, I kinda felt relieved for her as it meant she did not have to suffer anymore. Now, as time passes by, I am beginning to realise how much I miss her. Although I have been living away from home and from her since I was 6 years old i.e since I start schooling, mom was always a phonecall away... I remembered when in secondary school, she would come and visit me on weekends bringing all types of home-cooked meals saying that I was too skinny. I remembered when I was a freshman in the US and just started cooking on my own, I'd called her to share the successes (or failures) of my made-up recipes. I remembered when my first child would not stop crying, I called her for advice... I remembered when I called her just to ask her what she had for lunch. ... or dinner or breakfast. Now no more.
I suppose no matter how old you get, you will always miss your mom. She is the reason why we are here in this world. When she was very-very sick I tried to imagine how life would be without her and felt that I was ready to face it. When it really happened, the emptiness is really unbearable, much more than I could ever imagined. I felt that I am losing my lifeline, I am without support. I know that I have my hubby and kids now but they are not the same... There was a special bond between a mother and child that no longer exist for me... I wish every child in this world would appreciate his/her mother while she is around because when she's gone, the void is undescribable.
After she's gone, I took up reading about the afterlife. A site I found was very enlightening. It says that life after death is actually very close to the living and is separated by a very thin yet inpenetrable barrier. The dead will not be able to breach this barrier, nor does the living. The spirit or we call it 'ruh' will have a revelation of his/her all and every action while he or she was alive and will understand how each action affect his/her relationship with God. With this knowledge the 'ruh' hovers and prays that his/her children will not go against the teaching of God. God willing, eventhough you have really passed away mom, it is comforting to know that the relationship is not severed. You're always there looking out to us. I promise I will be a better person due to your guidance and upbringing. . As the Ustadz says -'All parents in the afterlife will always wait for the doa of his/her pious children'. I will try my best to be an 'asset' to you in your afterlife. Amin.
I suppose no matter how old you get, you will always miss your mom. She is the reason why we are here in this world. When she was very-very sick I tried to imagine how life would be without her and felt that I was ready to face it. When it really happened, the emptiness is really unbearable, much more than I could ever imagined. I felt that I am losing my lifeline, I am without support. I know that I have my hubby and kids now but they are not the same... There was a special bond between a mother and child that no longer exist for me... I wish every child in this world would appreciate his/her mother while she is around because when she's gone, the void is undescribable.
After she's gone, I took up reading about the afterlife. A site I found was very enlightening. It says that life after death is actually very close to the living and is separated by a very thin yet inpenetrable barrier. The dead will not be able to breach this barrier, nor does the living. The spirit or we call it 'ruh' will have a revelation of his/her all and every action while he or she was alive and will understand how each action affect his/her relationship with God. With this knowledge the 'ruh' hovers and prays that his/her children will not go against the teaching of God. God willing, eventhough you have really passed away mom, it is comforting to know that the relationship is not severed. You're always there looking out to us. I promise I will be a better person due to your guidance and upbringing. . As the Ustadz says -'All parents in the afterlife will always wait for the doa of his/her pious children'. I will try my best to be an 'asset' to you in your afterlife. Amin.
Subscribe to:
Comments (Atom)